dua puluh.

al-ya
4 min readNov 28, 2023

--

Sejak dulu aku hampir tidak pernah menunggu-nunggu jarum panjang tepat di angka dua belas saat tanggal kelahiranku. Tidak ada yang begitu spesial. Ulang tahunku terakhir dirayakan dengan pesta saat aku masih lucu-lucunya, murid Taman Kanak-Kanak. Tidak ada kejutan tepat larut malam, pun kejutan-kejutan lain berhenti sejak aku masuk Sekolah Menengah Atas. Rasanya, semakin lama, euforianya sudah berbeda. Aku lebih banyak merasakan kekhawatiran setiap angka di umurku berubah. Khawatir kalau hanya umurku yang berubah, namun diriku masih jalan di tempat. Tapi menjelang pergantian tanggal kala itu, aku berdiam diri, tenggelam dalam lamunan. Tidak akan ada lagi masa belasan, mulai sekarang sampai Al-Khaliq menghendaki aku — dan kalian semua — kembali ke sisi-Nya, yang tersemat adalah angka puluhan — dua puluh, tiga puluh, empat puluh, lima puluh, enam puluh — dan seterusnya atas izin Yang Maha Esa. Dua puluh, mungkin masih terlihat seperti bunga-bunga yang baru bermekaran di musim semi untuk sebagian orang. Ibarat, masih anak bau kencur. Maka dimulai dari malam itu sampai esoknya, selagi menunggu sandaran waktu berganti, di salah satu hari biasa dari hari-hari biasa dalam setahun, aku menulis catatan ini untuk dirayakan.

the countdown at that day

Selamat pagi?
Saat kamu membuka mata pagi ini, secara otomatis mengingat fakta bahwa dirimu genap dua puluh tahun sekarang.

Dua puluh. Bersimpuh tak lagi angkuh setelah menyadari dirimu tumbuh rapuh.
Bukan kah rasanya seperti baru mengerjapkan mata? Apa saja yang kamu lewati saat dunia menjadi hitam dalam waktu yang singkat itu? Sejak kapan pancaran sinar itu redup hingga kamu tak sanggup mencari sinar semangat meletup yang hidup?

Dua puluh. Dulu terdengar begitu jauh.
Ada fase di mana kamu mengebu-gebu menanti sampai ke tangga berlabel angka dua puluh. Namanya juga label, angka tersebut nyatanya belum mampu mendeskripsikan bagaimana kamu sebenarnya. Sampai di tangga ke dua puluh bukan berarti kamu benar-benar beranjak dewasa, nyatanya sekarang bukannya bersorak tersenyum lebar kamu justru mengeratkan tangan ke lutut memeluk diri sendiri.

“Tidak apa-apa, Nak. Mungkin ini yang dimaksud ‘namanya juga hidup’. Tidak perlu tergesa-gesa, luka di tubuhmu itu belum sepenuhnya sembuh, kita sedang dalam proses mengambar di sekitar luka itu kan?

Dua puluh, siap ucapkan selamat tinggal?
Membalikan badan menatap tangga-tangga sebelumnya, aku ingin kamu memuji setiap versi dirimu sendiri di tangga-tangga itu dan berikan ucapan penuh kasih sayang karena telah sampai di tangga ini. Mereka lah yang menemani usia belasanmu, yang menjadi tokoh utama dunia remaja ragam cerita.

Angka sembilan belas adalah yang terdekat, dirimu di angka sembilan belas akhirnya melepas beban berat yang ditanggung sebelumnya, akhirnya ia berusaha berdamai dengan diri sendiri, dan akhirnya menyadari bahwa ia akan selalu menjadi tokoh utama dalam hidup.

Angka delapan belas juga menghadapi banyak dilema. Dulu, meskipun sedih meninggalkan bangku sekolah, ia sangat bersemangat untuk mengambil rute baru, kota baru, dunia baru. Saat kamu kecil dulu, angka delapan belas mungkin yang paling terlihat jauh dari mata. Kamu selalu memimpikan untuk sampai di tangga delapan belas supaya bisa menyanyikan lagu eighteen saat benar-benar eighteen. Di hari terakhir kamu berumur delapan belas pun hanya bisa tertawa geli karena tidak akan bisa relate dengan liriknya, bahwa kamu mencintai seseorang sejak berusia delapan belas.

Oh tangga ke tujuh belas juga patut kita peluk dengan erat! Satu hal yang mengubah secara drastis kehidupanmu ada saat usiamu tujuh belas. Virus itu tidak pernah ada dalam rancangan hidupmu, membuatmu linglung kehilangan arah karena merasakan putus asa berat untuk pertama kalinya. Tujuh belas terlalu berat, kamu merasa menjadi salah satu versi terburuk dirimu di umur tujuh belas. Ia seperti tokoh pendukung dalam cerita yang ironisnya, sebenarnya adalah milikmu sendiri.

Enam belas dan lima belas, bagaikan kembang gula yang menari. Begitu manis dan ringan, menyiratkan sesuatu yang belum tersentuh, masih terbungkus dalam impian-impian fana. Sayang, kala itu keangkuhan menyamar dalam keceriaan masa muda. Tinggi hati, terbang di atas awan seakan-akan telah meraih Nobel dalam dunia khayal yang semu.

Menuju penghujung tahun 2023, sembari menunggu mentari terbenam di ufuk barat hari ini, aku menemukan diriku memandang kembali perjalanan hidup singkat, namun panjang ini. Sebentar lagi, usiaku akan merangkak menuju dua puluh satu tahun, membawa pemaknaan baru tentang hidup sebagai manusia di dunia. Dua puluh menjadi bab yang menggugah, mengajarkan aku tentang keberanian, penerimaan diri, dan arti sejati dari (berusaha) menjadi dewasa.

Hidup itu tentang belajar. Maka dalam doa menjelang tahun baru, aku berharap bahwa segala nilai dan pelajaran berharga di usia dua puluh akan bertahan selamanya dalam diriku. Terima kasih, kepada setiap versi diri pada setiap tangga usia, mereka yang membentuk diriku dengan ketidaksempurnaan yang aku coba untuk cintai. Masa remaja yang berakhir ini, seperti melodi syahdu yang selamanya menjadi musik pengantar saat aku mengenang segala kecerobohan dan kepolosan masa muda sebagai kenangan indah. Dengan hati penuh syukur, aku bersiap menyongsong hari-hari baru. Semoga, rencana Tuhan dapat kita terima dengan baik, dan meyakini bahwa itulah yang terbaik.

--

--

al-ya
0 Followers

just an ordinary person who's trying to find joy in the ordinary.